Menuntut Ilmu adalah Akar Dakwah Salaf
Muqaddimah Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Sabtu, 16 Muharram 1447 H / 12 Juli 2025 M.
Kajian Tentang Sebab Utama Penulisan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah
Mengapa demikian? Karena dakwah adalah ajakan kepada umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan hadits dengan pemahaman para Salafush Shalih, ototmatis dakwahnya mengajak kepada ilmu syar‘i berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Dengan demikian, pokok pertama dari dakwah salaf adalah perhatian yang besar terhadap menuntut ilmu syar‘i dan memahami agama.
Di mana saja dakwah salaf muncul, maka harus ada perhatian terhadap penuntutan ilmu syar‘i. Kelompok-kelompok yang mengaku mengikuti dakwah salaf wajib memberikan perhatian besar terhadap belajar agama Islam. Bukan sekadar berkumpul, membentuk komunitas demi komunitas, lalu membuat kelompok-kelompok baru, tetapi tidak memiliki kaitan erat dengan menuntut ilmu syar‘i dan belajar agama. Apabila demikian, maka pengakuan itu adalah dusta.
Penulis berkata: “Maka Ketika kebanyakan dari jamaah-jamaah Islam pada zaman ini, terpisah dari ilmu syar‘i. Dan juga ketika mayoritas pengikutnya terpisah dari ilmu syar‘i, maka sesungguhnya dakwah salaf mendahulukan penuntutan ilmu syar‘i dan memberikan perhatian besar terhadap menuntut ilmu syar’i dengan perhatian yang sangat besar. Karena dia adalah landasan yang kokoh, yang dibangun di atasnya dakwah dan ditegakkan atasnya ibadah, dan tidak akan tegak keimanan (Aqidah) kecuali dengan ilmu syar’i. Bukan sekedar ibadah tapi yang benar sehingga diterima oleh Allah.
Ajakan kepada umat islam untuk ajakan kepada umat Islam untuk mentauhidkan Allah untuk beribadah sesuai dengan sunnah untuk bermuamalah berdasarkan Islam untuk beradab dan berakhlak sesuai dengan syariat yang dibawa oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, itu semua tidak bisa didapatkan kecuali landasannya adalah ilmu syar’i.
Ini adalah sebab yang pertama: seseorang tidak bisa berdakwah tanpa ilmu. Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak bisa memberi apa-apa. Maka, jangan pernah berdakwah tanpa ilmu. Barang siapa yang tidak berilmu, jangan berdakwah. Karena dakwah yang benar adalah dakwah dengan ilmu syar‘i, berdasarkan Al-Qur’an dan hadits yang dipahami oleh para salafus shalih. Itulah landasan yang kokoh tempat dakwah dibangun. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ١٠٨
“Katakanlah (Wahai Muhammad), ‘Ini adalah jalanku aku berdakwah kepada Allah, mengajak manusia untuk mengikuti jalan Allah di atas basirah (Ilmu Syar’i). Itulah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku. Mahasuci Allah dan aku tidak termasuk golongan orang-orang musyrik.’” (QS. Yusuf [12]: 108)
Kemudian diatas ilmu syar’i itulah ditegakkan ibadah. Karena ibadah adalah kewajiban kita. Tidaklah Allah menciptakan kita, kecuali dengan tujuan agar kita beribadah kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ٥
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ
“Dan mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan ikhlas, hanya untuk-Nya dalam menjalankan agama, dengan lurus.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5)
Ibadah, yang merupakan tujuan penciptaan kita, tidak dapat ditegakkan tanpa ilmu syar‘i. Seseorang tidak bisa bertauhid dengan benar, beribadah sesuai sunnah, bermuamalah sesuai dengan hadits Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , atau berakhlak sesuai syariat Islam, kecuali dengan ilmu syar‘i. Seseorang tidak bisa melaksanakan rukun Islam; mengucapkan dua kalimat syahadat, memahami konsekuensinya, mengetahui syarat-syarat, rukun-rukun, serta pembatal-pembatalnya kecuali dengan belajar ilmu. Seluruh macam amal ibadah tidak bisa dikerjakan dengan baik dan benar, serta tidak akan diterima oleh Allah, kecuali dengan landasan ilmu syar‘i. Jika tidak, maka perbuatan itu akan masuk dalam kategori bid‘ah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَٰذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa saja yang mengada-ada dalam perkara kami ini (agama), sesuatu yang bukan darinya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Itulah ancaman ibadah yang tidak didasari oleh ilmu syar’i. Bukan sekadar ibadah yang dikerjakan, tetapi bagaimana ibadah tersebut diterima oleh Allah. Bukan sekadar iman yang diklaim, tetapi bagaimana iman itu benar-benar menancap di dalam kalbu. Sebagaimana firman Allah Subḥanahu wa Ta‘ala dalam Al-Qur’an, disebutkan dalam surah Al-Hujurat ayat ke-14:
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ…
“Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (Wahai Rasulullah): ‘Kalian belum beriman, tetapi katakanlah: Kami telah tunduk (Islam), karena iman belum masuk ke dalam hati kalian.’” (QS. Al-Hujurat [49]: 14)
Inilah yang kita cari: iman yang menancap di dalam kalbu. Sebagaimana perkataan Bakar bin ‘Abdillah al-Muzani tentang Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu. Bakar bin ‘Abdillah al-Muzani, seorang tabi‘in, berkata mengenai Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu: “Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak melampaui kedudukan para sahabat yang lain karena banyaknya puasa dan shalat. Tetapi karena sesuatu yang menancap dalam hatinya, yaitu keimanan.”
Gelombang syubhat dan gelombang syahwat akan ia hadapi dengan tegar dan kokoh. Mengapa? Karena imannya menancap di dalam kalbu. Ia tidak peduli dengan celaan manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang memperjuangkan kebenaran. Tidak membahayakan mereka orang yang menyelisihi atau mencela mereka, dan mereka akan tetap teguh dalam keadaan seperti itu sampai datang hari kiamat.” (HR. Muslim)
Penulis juga mengatakan: “Oleh sebab itu, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta‘ala telah memerintahkan Nabi-Nya untuk berilmu sebelum berucap dan beramal.” Ini adalah prinsip yang mulai luntur: jangan berbicara kecuali di atas ilmu, dan jangan berbuat kecuali di atas ilmu. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ…
“Maka ilmuilah, (baru berucap) bahwa tidak ada ilah selain Allah, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan untuk orang-orang mukmin, laki-laki maupun perempuan.” (QS. Muhammad [47]: 19)
Hafalkan baik-baik, bahkan dalam bahasa Arabnya: berilmu sebelum berucap dan beramal. Jadikan ini sebagai prinsip hidup. Ilmu dahulu, sebelum ucapan dan perbuatan.
Kita mengambil pelajaran: mengapa dakwah salaf sangat memperhatikan penuntutan ilmu syar‘i dan pembelajaran agama Islam?
Pertama, karena dakwah kepada agama Islam memiliki dasar paling kokoh, yaitu dibangun di atas ilmu syar‘i. Seseorang tidak bisa berdakwah tanpa ilmu.
Kedua, seseorang tidak akan mampu beribadah dengan benar tanpa ilmu syar‘i. Padahal, ibadah adalah tujuan penciptaan jin dan manusia.
Ketiga, seseorang tidak akan bisa beriman dengan benar kecuali dengan ilmu syar‘i.
Inilah mengapa dakwah salaf menjadikan perhatian terhadap penuntutan ilmu agama dan pembelajaran Islam sebagai pokok dan fondasi pertamanya, yaitu al-ihtimam bi thalab al-‘ilm asy-syar‘i perhatian besar dalam menimba ilmu syar‘i dan belajar agama Islam.
Penulis, yaitu Syaikh ‘Abdus Salam bin Marjaz Al-‘Abdul Karim Rahimahullah, berkata:
“Kami, ketika menjadikan ilmu sebagai pendahulu pokok ajaran dakwah salaf adalah karena jalan-jalan itu sangat banyak. Dan seluruh jalan tersebut menyesatkan pandangan, kecuali jalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Hanya jalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang akan menyampaikan seorang Muslim kepada Allah. Kebenaran hanya satu, tidak berbilang. Jalan yang hanya menyampaikan kepada ridha Allah dan surga-Nya hanyalah jalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya (Jalan Rasulullah). Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An‘am [6]: 153)
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian lengkapnya.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55323-menuntut-ilmu-adalah-akar-dakwah-salaf/